Senin, 21 Januari 2008

Perspektif Islam terhadap Konsep Gender

Perspektif Islam terhadap Konsep Gender

Islam adalah agama keTuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan (Q.S. al-imran: [3] 112). Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba (‘abid) dan sebagai representatif Tuhan (khalifah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit (Q.S. al-Hujurat [49]: 13), yaitu:

â¨$¨Z9$#$kšr'¯»tƒ $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Kualitas kesalehan tidak hanya diperoleh melalui upaya pensucian diri (riyadlah nafsiyyah) melainkan juga kepedulian terhadap penderitaan orang lain (Q.S. al-Ma’un [107]: 1-7) yaitu:

Ï%©!$#M÷ƒuäur& Ü>Éjs3ムÉúïÏe$!$$Î/ ÇÊÈ šÏ9ºxsù Ï%©!$# íßtƒ zOŠÏKuŠø9$# ÇËÈ Ÿwur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ ×@÷ƒuqsù šú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ tûïÏ%©!$# öNèd šcrâä!#tãƒ ÇÏÈ tbqãèuZôJtƒur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ

1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,

3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,

5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,

6. Orang-orang yang berbuat riya[1603],

7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna[1604].

Islam sejak awal menegaskan bahwa diskriminasi peran dan relasi gender adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang harus dieliminir (Q.S. an-Nisa [4]: 75), berbunyi:

$tBur ö/ä3s9 Ÿw tbqè=ÏG»s)è? Îû È@Î6y «!$# tûüÏÿyèôÒtFó¡ßJø9$#ur šÆÏB ÉA%y`Ìh9$# Ïä!$|¡ÏiY9$#ur Èbºt$ø!Èqø9$#ur tûïÏ%©!$# tbqä9qà)tƒ !$oY­/u $oYô_̍÷zr& ô`ÏB ÍnÉ»yd Ïptƒös)ø9$# ÉOÏ9$©à9$# $ygè=÷dr& @yèô_$#ur $uZ©9 `ÏB šRà$©! $|Ï9ur @yèô_$#ur $oY©9 `ÏB šRà$©! #·ŽÅÁtR ÇÐÎÈ

”Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri Ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!".

Gender artinya suatu konsep, rancangan atau nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat, yang oleh masyarakat kemudian dibakukan menjadi ’budaya’ dan seakan tidak lagi bisa ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki dan itu yang tepat bagi perempuan. Apalagi kemudian dikuatkan oleh nilai ideologi, hukum, politik, ekonomi, dan sebagainya. Atau dengan kata lain, gender adalah nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar dalam bawah sadar kita seakan mutlak dan tidak bisa lagi diganti.

Jadi, kesetaraan gender adalah suatu keadaan di mana perempuan dan laki-laki sama-sama menikmati status, kondisi, atau kedudukan yang setara, sehingga terwujud secara enuh hak-hak an potensinya bagi pembangunan di segala aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara.

Islam mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan, keutuhan, baik sesama umat manusia maupun dengan lingkungan alamnya. Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan gender dalam masyrakat, tetapi secara teologis dan teleologis mengatur pola relasi mikrokosmos (manusia), makrosrosmos (alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, dan hanya khalifah sukses yang dapat mencapai derajat abid sesungguhnya.

Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat-ayat (al-Qur’an) substantif yang sekaligus menjadi tujuan umum syari’ah (maqashid al-syariah), antara lain: 1). mewujudkan keadilan dan kebajikan (Q.S. an-Nahl [16]: 90) :

* ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.

2). keamanan dan ketentraman (Q.S. an-Nisa’ [4]: 58), yang berbunyi:

* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ

”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”

dan 3). menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan (Q.S. al-‘Imran [3]: 104):

`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.”

[217] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Ayat-ayat inilah yang dijadikan frame work dalam menganalisa relasi gender dalam al-Qur’an.

Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat tidak ditemukan ayat al-Qur’an atau hadits yang melarang kaum perempuan aktif di dalamnya. Sebaliknya al-Alqur’an dan hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi.

Dengan demikian, keadilan gender adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan laki-laki untuk dapat mengaktualisasikan dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan negara. Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang memposisikan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai: hamba Tuhan (kapasitasnya sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan pengabdiannya Q.S. an-Nahl;[16]: 97), khalifah di bumi ditegaskan dalam surat al-A’raf [7]: 165, penerima perjanjian primordial (perjanjian dengan Tuhannya) sebagaimana disebutkan dalam surat al-A’raf [7]: 172, dan Adam dan Hawa dalam cerita terdahulunya yang telah disebutkan dalam surat al-A’raf [7]: 22.

Ayat ayat tersebut diatas mengisyaratkan konsep kesetaraan dan keadilan gender serta memberikan ketegasan bahwa prestasi individual baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir profesiona, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yan sama meraih prestasi yang optimal. Namun dalam realitas masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan tahapan dan sosialisasi, karena msih terdapat sejumlah kendala, terutama kendala budaya yang sulit diselesaikan.

Tujuan al-Qur’an adalah terwujudnya keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam al-Qur’an mencakup segala segi kehidupan umat manusia, baik sebagai inividu maupun sebagai anggota masyarakat. Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Dengan demikian, terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan (debatable), apakah sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya sebagai ”rahmatan lil’alamin”.